Media sosial beberapa waktu lalu dihebohkan dengan beredarnya video tak senonoh antara guru dan murid di Gorontalo. Masyarakat di media sosial pun banyak memberi komentar jika tindak asusila ini dilakukan suka sama suka. Warga beranggapan murid berinisial PTT ini 'suka' melakukan tindakan tersebut bersama pelaku, yaitu gurunya, DV (57).
Terkait hal ini Psikolog dan seksolog klinis Zoya Amirin M. Psi.,FIAS singgung soal child grooming. Child grooming sendiri adalah upaya membangun hubungan emosional dengan anak atau remaja untuk mengeksploitasi mereka. Eksploitasi ini seringkali berupa pelecehan seksual.
Tindakan tersebut dapat dilakukan oleh siapa saja, seperti guru, pelatih olahraga, hingga orang asing. Kunci Jawaban PAI Kelas 11 Halaman 170 171 172 Kurikulum Merdeka: Penilaian Pengetahuan Bab 5 Halaman all Nasib 4 Jaksa Kejari Konsel Kena Imbas Kasus Guru Supriyani, Benarkah Terima Uang Rp 15 Juta? Surya.co.id
Kunci Jawaban PAI Kelas 12 Halaman 31 37 Kurikulum Merdeka, Penilaian Pengetahuan Bab 1 Halaman 4 Kunci Jawaban PAI Kelas 11 Halaman 132 133 134 Kurikulum Merdeka: Penilaian Pengetahuan Bab 4 Halaman all Kunci Jawaban PAI Kelas 11 Halaman 59 60 61 62 Kurikulum Merdeka: Penilaian Pengetahuan Bab 2 Halaman all
Kelakuan Iptu Rudiana Malah Terbongkar Gara gara Elza Syarief Tunjukkan Video Terpidana Kasus Vina Surya.co.id Kunci Jawaban PAI Kelas 11 Halaman 132 135 Kurikulum Merdeka, Bab 4 Pilihan Ganda dan Esai Halaman all "Untuk melakukan semacam grooming. Itu kita memanipulasi orang untuk mendapatkan hal hal seksualitas yang kita mau," ungkapnyapada Kemencast #98 di kanal YouTube Kementerian Kesehatan, Selasa (8/10/2024).
Apalagi perlu diingatkan bahwa sampai usia 18 tahun, anak tidak bisa memberi persetujuan tanpa adanya peran dari orang tua. Artinya, semua keputusannya itu harus berdasarkan pada orang tua. "Makanya, kalau misalnya ada anak yang kabur. Mereka kan sama sama cinta. Umurnya berapa, 15 tahun? Dia tidak bisa. Itu masih di dalam tanggung jawab orang tuanya.
Anak (belum) tidak bisa dianggap bisa membuat keputusan secara hukum," lanjutnya. Menurut Zoya, pelaku yang biasanya merupakan orang dewasa harus tahu jika tidak boleh memanfaatkan anak di bawah umur. "Kita harus memberitahu ke orang orang. Seperti kasus siswi Gorontalo. Ini banyak sekali kecaman. Jadi membuat si anak perempuan ini mengalami reviktimisasi," tegasnya.
Reviktimisasi adalah kondisi ketika seseorang menjadi korban kembali atau berulang. Selain child grooming, Zoya juga menyinggung soal adanya relasi kuasa di dalam kasus ini. "Ada relasi kuasa. Ini dari guru. Takutlah dia. Tapi kok kayaknya jago banget. Kenapa orang berasumsi dia sudah pasti menikmati itu?Mau dia menikmati atau apa pun, sebagai orang dewasa, harusnya tidak memanfaatkan anak di bawah umur," tegasnya.
Apa lagi saat masih remaja, Prefrontal cortex (PFC) atau korteks prefrontal belum berkembang sempurna. PFC adalah bagian otak yang berfungsi untuk mengatur fungsi eksekutif dan kognisi tingkat tinggi. Zoya pun mencontohkan kasus siswi Gorontalo dengan film di tahun 1997 berjudul Lolita.
Di mana Lolita yang masih berada di usia anak, mengalami child grooming dari ayah tirinya. "Seolah olah memberikan kasih sayang dari ayah tiri. Dia sampai menikahi ibunya si Lolita. Demi untuk mendekati si Lolita ini. Serem kan?" Lanjutnya. Zoya menekankan bahwa kasus kekerasan seksual terjadi karena ada niatan dari pelakunyasehingga masyarakat diminta untuk berhenti melanggengkan budaya menyalahkan korban.
"Para korban harus cepat untuk mencari bantuan dan anak anak yang kena grooming harus benar benar mau ngelapor ke orangtuanya," pungkas Zoya. Artikel ini merupakan bagian dari KG Media. Ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.